"Ra, lo janjian jam berapa?"
"Mmm, tadi sih gue bilang jam 7 di Coffe Addicted."
Kulirik jam tanganku, sudah lewat 10 menit dari jam 7.
"Kita langsung kesana aja kan?"
"Iya deh, gue juga laper nih."
Kami menembus kerumunan orang yang memadati atrium Mall ini.
Nampaknya menghabiskan waktu di mall selepas jam kerja adalah hiburan bagi semua orang. Jelas sekali dari penampilan mereka, 7 dari 10 orang yang berpapasan denganku adalah karyawan atau pegawai kantoran di seputaran jalan protokol Jakarta ini.
Ini masih hari Senin. Hari pertama di awal minggu. Biasanya orang sangat malas bergerak ke kantor di pagi hari. Tapi malas juga segera kembali ke rumah ketika jam kerja berakhir. Manusia, aneh ya? Iya termasuk aku. Aneh. Mengiyakan ajakan Dimas untuk bertemu malam ini bisa kusimpulkan sesuatu yang aneh. Meski aku membela diri dengan alasan caraku membalas sms yang tidak berlebihan, atau lagipula aku bersama Nana, tidak sendiri menemuinya, tetap saja tidak menjadi alasan tepat. Kecuali, aku merindukannya. Iya, aku mengiyakan karena aku kangen. Berlebihan. Kangen pada mantan pacar.
Drrttt...drrttt...
"Hallo"
Aku mengangkat telponku.
"Mmm, gue uda deket kok. Lagi jalan kesitu. Lo uda disana?"
"...."
"Yo, oke."
Tut.
"Si Dimas, Ra?"
"Iya, dia uda disana"
"Gue nggak sabaran."
"Lah , nggak sabaran gimana maksud lo?"
"Nggak sabar pengen liat muka dia!"
"He?"
"Iya, mukanya!"
"Kok?"
"Pengen liat mukanya pas ketemu lo lagi setelah 4 bulan kagak ketemuan!"
"Nggak usah emosi dunk, Na..."
"Gue heran ya, kok lo masih bisa tenang kaya rumput bergoyang gitu?"
"Belanda masih jauh nona Nana..."
"Terserah elo....!!"
Aku tertawa.
*
"Hai Dimas..."
Nana menyapa terlebih dahulu saat kami sudah menemukan meja tempat Dimas menunggu.
"Hai Na."
Dimas sedikit kaget dengan kehadiran Nana sepertinya. Aku pun tersenyum dan ikut menjabat tangan Dimas, setelah Nana. Dimas membalas, dingin.
"Jadi, kalian darimana nih?"
"Kantor aja, biasalah Mas... namanya juga soulmate. Mau kapan aja bareng terus."
Nana menjawab. Nampaknya Nana sengaja tidak memberiku kesempatan banyak untuk berbicara.
"Lo apa kabar, Mas?"
Nana melanjutkan dengan pertanyaan standar ke Dimas.
"Baik. Ya begini deh."
Hening sejenak. hanya suara musik yang mengalun mengisi keheningan antar kami bertiga.
"Selamat malam, silahkan menunya."
Pelayan coffeshop ini menawarkan menu untuk pesanan. Cukup membuat ruang untuk bernafas sejenak disela keheningan yang cukup lama tadi. Aku memandangi menu, tidak ada yang baru. Dan ini kali pertama aku kemari lagi sejak 4 bulan silam. Aku tahu menu favoritnya. Apa masih sama?
"Saya fettucini dengan Espresso mbak."
Iya, ternyata dia masih memesan dengan menu yang sama. Fettucini dan lemon tea sebagai menu favorit sepanjang jaman.
"Saya, Capuccino mbak." Nana memesan cepat.
"Mmm, gue Vanilla latte dengan fettucini juga."
"Saya ulangi ya, Dua fettucini, satu espreso, satu capucino, dan satu vanilla latte. Ada lagi?"
Aku menggeleng, begitu juga Nana dan Dimas.
"Cukup mbak." Dimas mempertegas.
"Terimakasih, mohon ditunggu sebentar."
Pelayanpun pamit dari meja kami. Dan keheningan babak kedua dimulai.
"Eh, gue kudu nemuin temen gue bentar ya di bawah. Entar gue balik sini lagi. Dah..., "
Tiba-tiba Nana bersuara dan meninggalkan aku berdua dengan Dimas.
Dan kami masih terdiam. Bahkan sedari tadi aku belum melontarkan pertanyaan apapun padanya. Aku mengalihkan perhatianku pada handphoneku, meski tak jelas apa yang kulakukan. Aku hanya ingin terlihat tidak kikuk di depannya. Canggung juga 4 bulan tak berkomunikasi apalagi bertemu, dan malam ini Dimas tepat dihadapanku.
"Jadi apa kesibukanmu sekarang Ra?"
Akhirnya dia bertanya padaku.
"Well, ngantor aja. Bisnis online dengan anak-anak. Itu doang."
"Good."
Sekali lagi ada jeda keheningan.
"Mmm.. sebenarnya aku mau menyampaikan sesuatu."
Dan saat-saat seperti ini membuatku khawatir. Dimas selalu serius bila bertutur kata. Dan kali ini wajahnya sangat tidak dibuat-buat. Sangat serius.
"Apa itu, Mas?"
"Mmm..."
Dia tak menjawab, tangannya hanya menyodorkan sesuatu berwarna cokelat keemasan, yang sangat apik, berpita dengan tulisan 'Undangan'.
*
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment