Adzan Subuh berkumandang jelas membangunkanku dari lelapnya tidur. Alhamdulillah, aku masih berucap satu kata itu dikala membuka mata. Masih ada umurku hari ini. Kubergegas menuju kamar mandi dan mengambil air wudhu.
Brrrrr...rasanya tak sudi berakrab-akrab dengan air di pagi hari kala berada di Jogja. Suhu pagi yang dingin menggigit membuatku merapatkan cardigan yang kupakai tidur dari semalam. Mendekapkan kedua tangan pada badanku sambil berlari kecil kembali ke kamar.
Setelah selesai dengan dua raka'atku. Aku akhirnya mengadu banyak padaNya. Sekali lagi dengan air mata. Aku tak berkata-kata. Hati ini yang berbicara denganNya. Aku menunduk. Semua peristiwa hidupku seakan muncul satu-persatu layaknya slide presentasi di hadapanku.
Tak henti rasanya ujian hidup mendera. Aku masih ingat persis perasaanku ketika tahu Ibu dikecewakan Bapak. Dan aku memiliki Mama sebagai ibu tiri. Tapi bagi Ibu, itu bukanlah suatu kesakitan perasaan. Beliau memandangnya sebagai ujian kenaikan tingkat menuju tingkatan hambaNya yang lebih tinggi.
Aku akhirnya hidup di segitiga antara dua ibu dan satu ayah. Aku mencoba memposisikan diriku seperti Ibu dalam kasusku. Dimas, ya, dia akn segera menikah. Dan aku harus menjalani proses ikhlas. Bantu aku untuk menemui arti sebenarnya ikhlas melalui pelajaran hidup ini Tuhan. Kehilangan Dimas sebagai seseorang yang selama ini menemani hari-hariku adalah hal yang berat. Tetapi sekaligus menyadarkanku bahwa Allah lah segalanya bagiku. Bukan cinta. Berita pernikahan Dimas, cukup tak berlama-lama membuat aku bersedih. Ya, aku meyakini Tuhan lebih dulu mengabulkan doanya, belum untuk doaku.
Apa doaku? Mmm... aku belum berdoa untuk segera menemukan pendamping hidup. Wajar saja, Dimas lebih dahulu menikah dengan pilihannya. Aku mengucap syukur, semua perjalanan hidup ini mendewasakanku. Kututup curahan hatiku padaNya dengan sujud syukur.
Aku menyalakan laptop, tulisan semalamku belum selesai. Segera kuketikkan penutup laraku untuk hari kemarin di fajar kali ini.
profile handphone gw masih di silent mode on
menemuinya untuk pertama kali setelah memasuki caturwulan pertama
menembus keramaian ibukota
bertemu dalam keheningan
ada satu yang tak cair disana
aku yang masih beku atau dia yang jadi kaku?
masih dengan profil silent
ada sekelebat cahaya yang terpantul dari arah jari tangan dia
masih dengan silent mode on
ada setumpuk pertanyaan di kepala
masih silent
sederetan kalimat yang dikeluarkan dan langsung kudengar cukup memecah kesunyian di hatiku
tetap dalam silent mode on
berusaha memahami keadaan ini
menerima ini
membesarkan hati sndiri
meyakinkan diri ini adalah yang terbaik
Allah mendengar doa dia
tapi belum merealisasikan doaku
bulan malam itu dikelilingi cincin
indah
seindah kondisi yang akan dia jalani esok dengan pilihannya
tapi gerimis ini
sama dengan hati
sedikit tapi cukup membasahi jiwa
aku bukan malaikat
beri aku ruang sejenak
Allah yang tau akan seperti apa aku besok, dan nanti
dengan dunia aku
tanpa nya
silent mode on
Catatan tengah bulan-Ratu Pandria
Kumatikan laptopku dan kembali memejamkan mata. Berharap mimpi indah hingga aku tak bangun dari tidurku.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment